LAPORAN
KERJA PRAKTEK
TUGAS
KHUSUS
ANALISIS
PENGARUH KEPUASAN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN DISIPLIN KERJA DALAM UPAYA
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN
(Studi
Kasus : PT. COCA COLA AMATIL INDONESIA NORTH SUMATERA MEDAN)
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan
dari kurikulum jurusan Teknik Elektro
Oleh :
Ikhsan Fahri
NIM. 150150029
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2019
Analisis factor factor yang mempengaruhi kinerja karyawan terhadap
produktifitas kerja karyawan dengan lama kerja sebagai variable moderating
ANALISIS PROFESIONALISME KERJA KARYAWAN DAN PRODUKTIFITAS KARYAWAN
DENGAN LAMA KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERATING
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 1. 1Pengertian Kerja Praktek
Kerja praktek merupakan bagian dari kurikulum di
Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang dilaksanakan untuk memenuhi salah
satu persyaratan sebelum masa penyusunan Tugas Akhir (TA) di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Malikussaleh. Kerja praktek adalah unit tugas yang harus diikuti setiap mahasiswa
selain perkuliahan, praktikum dan tugas akhir dalam rangka pengembangan pengetahuan
mahasiswa. Dengan melakukan kerja praktek diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan langsung di lapangan sehingga pemahaman
pengetahuan mahasiswa semakin berkembang dan bertambah.
Setiap mahasiswa teknik yang akan menyelesaikan studinya
diwajibkan untuk mengambil mata kuliah kerja praktek dalam rangka menerapkan teori-teori
yang didapatkan di bangku kuliah langsung ke tempat kerja yang sebenarnya dengan
harapan nantinya seorang sarjana akan dapat memperoleh pengetahuan mengenai dunia
kerja yang sebenarnya serta dapat mengabdikan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat.
Melalui kerja praktek ini mahasiswa diharapkan akan dapat
menerapkan teori-teori ilmiah yang diperoleh khususnya dalam keilmuan teknik elektro. Dengan demikian mahasiswa
akan dapat melihat, menganalisa dan memecahkan masalah yang timbul di lapangan sebagai
solusi yang tepat dan efektif serta berguna saat bergelut di dunia kerja nantinya.
1.2 1. 2 Tujuan dan Manfaat Kerja Praktek
Tujuan dari pelaksanaan
kerja praktek pada Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh adalah sebagai berikut
:
1.
Untuk
memenuhi beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai
persyaratan akademis di Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Malikussaleh.
2.
Untuk
memahami penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan sehingga
dapat meningkatkan pemahaman ilmu-ilmu tersebut di tempat kerja.
3.
Sebagai sarana pelatihan kerja, disiplin dan tanggung jawab sebagai mahasiswa.
4.
Untuk melatih pola kerjasama dengan
orang lain di tempat kerja.
Adapun
manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya pelaksanaan kerja praktek adalah
sebagai berikut :
A. A. Bagi Mahasiswa
1. 1. Untuk memperoleh pengetahuan
yang berguna bagi perwujudan kerja yang akan dihadapi kelak setelah menyelesaikan
studinya.
2. 2. Dapat melatih keterampilan dan kemampuan
dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan di lapangan.
3. 3. Untuk dapat membandingkan teori-teori
yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan praktek lapangan.
B. B. Bagi Fakultas
1. 1. Untuk mempererat kerjasama antara
perusahaan dengan Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh Aceh Utara khususnya
Jurusan Teknik Elektro.
2. 2. Untuk memperluas pengenalan akan
tempat praktek yang dijalankan.
C. C. Bagi Perusahaan
1. 1. Untuk dapat menerapkan teori-teori
ilmiah baru yang diperoleh dari mahasiswa.
2. 2. Untuk merealisasikan partisipasi
dunia usaha terhadap pengembangan dunia pendidikan.
3. 3. Sebagai bahan masukan untuk perusahaan
dalam rangka memajukan pembangunan di bidang pendidikan dan dalam upaya peningkatan
efisiensi.
1.3 1. 3 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan kerja
praktek lapangan dilaksanakan di PT. CocaCola Amatil Indonesia yang beralamat
di Jln Belawan Medan Martubung, Provinsi Medan Sumatera Utara. Pelaksanaan Kerja Praktek dilaksanakan
selama 2 (dua) bulan terhitung mulai tanggal 7 Juni sampai dengan 6 Agustus
2019.
1.4 Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan
tentang pengertian kerja praktek, tujuan dan manfaat kerja praktek, tempat dan waktu
kerja praktek dan sistematika penulisan laporan kerja praktek.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan
sejarah singkat perusahaan, organisasi perusahaan serta tugas dari setiap organisasi
dan tanggung jawab manajemen.
BAB III TUGAS KHUSUS
Dalam bab ini penulis
akan menguraikan semua hal tentang tugas khusus pada kerja praktek ini menyangkut
dengan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah
dan asumsi, landasan teori, metodologi penelitian serta hasil penelitian dan pembahasan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan pada kerja praktek.
Adapun langkah-langkah
penelitian yang dilakukan pada kerja praktek adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 Flow
chart langkah-langkah penelitian
BAB
II
GAMBARAN
UMUM PERUSAHAAN
2.1 2. 1 A.
Sejarah PT Coca-Cola Amatil Indonesia Unit Medan
PT. Coca-cola Amatil
Indonesia Unit Medan merupakan pengembangan dari penemuan Dr. John Styth
Pemberton secara industri. John Styth Pemberton, adalah seorang ahli farmasi
dari Atlanta, Georgia, Amerika Serikat. Orang inilah yang pertama kali
mencampur sirup dari kacang kola Afrika dan daun Coca. Frank Robinson, sahabat
sekaligus akuntan Pemberton, menyarankan nama Coca-Cola karena berpendapat
bahwa dua huruf C akan tampak menonjol untuk periklanan. Kemudian ia
menciptakan nama dengan huruf-huruf miring mengalir dan lahirlah logo paling
terkenal di dunia.
Gambar 2.1. Logo Coca-cola
The Coca-Cola
Company didirikan tahun 1892 oleh Asa G. Chandler di Atlanta,
yang juga mempatenkan merek dagang
Coca-Cola. Perusahaan ini merupakan induk dari semua perusahaan pembotolan
yang memiliki merek dagang Coca-Cola diseluruh Negara didunia dengan menyediakan bahan baku konsentratnya.
Mulai tahun 1893, The Coca-Cola Company membangun pabrik sirupnya diluar
Atlanta.
Presiden The Coca-Cola
Company (1919-1955), Robert W. Woudruff, merupakan orang yang pertama kali
mencetuskan gagasan agar minuman Coca-Cola tersebut dapat dinikmati tidak hanya oleh
orang Amerika saja, tetapi juga untuk dikonsumsi oleh seluruh bangsa
di dunia. Untuk merealisasikan gagasan tersebut,
maka pada tahun 1929 didirikan The
Coca-Cola Export Cooperation, yaitu perusahaan
yang menangani proses penjualan minuman keseluruh pelosok negeri di dunia dengan cirri mutu,
rasa, dan kesegaran yang sama.
Di Indonesia,
Coca-Cola mulai dikenal pada tahun 1927 melalui De Nederland Indische Mineral Water Fabrieck
yang membotolkan nya untuk pertama kali di Batavia. Selanjutnya perusahaan tersebut diambil alih oleh pedagang
Indonesia dan berubah nama menjadi The Indonesian
Bottles Ltd. N. V. (IBL) yang berstatus perusahaan nasional.
Pada tahun
1971, dengan bertambah usaha dan modal, IBL berubah menjadi nama baru
PT Djaya Bevarages
Bottling Company (PT. DBBC) yang
merupakan pabrik pembotolan modern pertama di Indonesia. Adanya penambahan
modal tersebut meningkatkan kapasitas pabrik
yang diikuti pula dengan penambahan macam produk
yang dihasilkan dalam berbagai ukuran kemasan.
Pada tahun 1993 seluruhsaham PT. DBBC diambil alih oleh Coca-Cola
Amatil Ltd, suatu grup perusahaan pembotolan Coca-Cola dikawasan
Asia Pasifik dan Eropa Timur yang bermarkas di Sydney, Australia. Adanya perpindahan saham tersebut mengakibatkan
nama PT. DBBC berubah menjadi PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia (PT. CCAI). Tahun 2000, seluruh pabrik pembotolan minuman merek dagang
Coca-Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung menjadi satu dibawah
PT. CCAI.
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dibagi menjadi dua,
yaitu PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Bottling (PT. CCAIB) dan PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia Distribution (PT. CCAID).PT. CCAIB bertugas untuk memproduksi minuman ringan
(Soft Drink), sedangkan PT. CCAID yang bertugas untukmemasarkan dan mempromosikan minuman ringan
(Soft Drink) yang dihasilkan PT. CCAIB. Untuk meningkatkan
volume penjualan keseluruh wilayah Indonesia, maka PT.
CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10 kota besar
Indonesia, yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Pandaan,
Bali, Makassar, dan BanjarBaru.
Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID menjadi PT. Coca-Cola
Distribution Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan
Coca-Cola di Indonesia berada dibawah manajemen
PT. Coca-Cola Indonesia (PT. CCI). PT. Coca-Cola Indonesia ini merupakan perwakilan dari
The Coca-Cola Company yang menyuplai bahan baku konsentrat keseluruh pabrik pembotolan
Coca-Cola di Indonesia dan menetapkan seluruh standar bahan baku
yang digunakan oleh pabrik.
Hingga
saat ini tercatat 11 pabrik Coca-cola yang beroperasi di berbagai provinsi di
Indonesia. Salah satunya adalah di Medan. Pada tanggal 1 Januari tahun 2000,
perusahaan pembotolan dan distribusi Coca-cola yang berada dibawah manajemen
Coca-Cola Amatil berubah nama menjadi PT. Coca-cola Bottling Indonesia untuk
perusahaan pembotolan dan PT. Coca-cola Distribution Indonesia untuk perusahaan
distribusi.
2.1 2. 2 Lokasi
Perusahaan
Lokasi perusahaan
PT. Coca Cola Amatil Indonesia yang beralamat di Jln
Belawan Medan Martubung,
Provinsi Medan.
2.2 2. 3 Jenis-jenis
Produk yang dihasilkan
Jenis-jenis
produk yang dihasilkan oleh PT. Coca Cola Amtil Indonesia north Sumatera Medan
adalah sebagai berikut :
- Coca-cola
(diet coke,coca-cola zero)
- Sprite
(sprite,sprite zero)
- Fanta
(strawberry,vitamin C, fruit punch, orange, blueberry)
- Frestea
(jasmine, green tea, apel-markisa-lemon)
- Minute
maid pulpy (orange, o’manggo, tropical)
- Ades
mineral water
2. 4 Organisasi
dan Manajemen Perusahaan
Struktur organisasi merupakan
perwujudan dari hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, wewenang, dan
tanggung jawab yang berhubungan satu sama yang lain. Batas tanggung jawab
setiap orang dituangkan dalam job description, sedangkan penggambarannya
diwujudkan dalam stuktur organisasi seperti pada Gambar 2.4.
Gambar
2.4. Struktur Organisasi PT. Coca-cola Amatil Indonesia
Struktur
organisasi yang digunakan oleh PT. Coca-cola Amatil Indonesia Unit Medan adalah
struktur organisasi fungsional karena terdapat sejumlah spesialis fungsional
yang mengawasi kegiatan masing-masing karyawan, seperti fungsi produksi,
keuangan, personalia, administrasi, dan lain-lain. Pada struktur organisasi
fungsional, seorang karyawan tidak bertanggung jawab kepada satu atasan saja.
Pimpinan berwenang pada satuan-satuan organisasi dibawahnya untuk bidang
pekerjaan tertentu. Pimpinan berhak memerintah semua karyawan disemua bagian,
selama masih berhubungan dengan bidang kerjanya.
2.5 Bahan
Baku dan Penolong
1.
Bahan Baku
Bahan
baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam
proses produksi dan memiliki persentase terbesar dibandingkan dengan
bahan-bahan lain. Adapun bahan baku yang digunakan PT. Coca-cola Bottling
Indonesia Unit Medan dalam pembuatan minuman ringan adalah:
A. Air
Air digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman
berkarbonasi (Coca Cola, Sprite, dan Fanta) maupun minuman yang tidak
berkarbonasi (Frestea).
B.
Gula
Gula
yang digunakan adalah gula murni yang memenuhi standar yang telah ditetapkan,
yaitu memiliki kadar 99,99% dan bebas dari kotoran.
C. Concentrate
Concentrate
diperoleh dari PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia Unit Jakarta yang merupakan satu-satunya perusahaan yang menyediakan
bahan ini untuk perusahaan Coca-Cola di seluruh Indonesia. Concentrate berfungsi
sebagai bahan pengawet dan pemberi rasa yang membedakanya dengan jenis minuman
lain.
2.6 Uraian Proses Produksi
Uraian
tahapan produksi yang dilakukan pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia Medan dijelaskan
sebagai berikut :
Minuman Coca-Cola sebelum sampai ke tangan konsumen diproduksi dan berawal dari bahan baku dengan pilihan berkualitas tinggi
yang diproses melalui beberapa tahapan yaitu:
1.
Tahap pertama untuk menghasilkan
Coca-Cola sangat sederhana, yaitu membuat sirup
yang terdiri dari gula dan air. Airnya disaring dengan seksama karena bagi
"Coca-Cola" bahan baku berkualitas tinggi sangat mutlak diperlukan.
2.
Untuk memastikan bahwa
air yang digunakan untuk produk botol dan kaleng benar-benar bersih dan murni,
air tersebut disaring. Para teknisi(workers) pengawasan mutu menguji
air tersebut berkali-kali sebelum digunakan untuk membuat produk akhir.
3.
Pemeriksaan dan pengujian dilanjutkan. Perangkat dengan teknologi canggih membantu para teknisi memeriksa berbagai segi
proses, mulai dari kondisi tiap kemasan hingga kadar karbon dioksida
(Co2), rasa dan kandungan sirup.
Pada tahap ini, campuran sirup diperiksa.
4.
Sirup kemudian ditambahkan dengan konsentrat
"Coca-Cola". Sari rasa untuk "Coca-Cola ini dibuat
di pabrik-pabrik The Coca-Cola Company dan hingga kini tetap merupakan rahasia dagang terbesar
di dunia. Teknisi kemudian mencicipi, memeriksa dan mencatat campuran setiap batch sirup dengan seksama. Setelah pencampuran,
cairan siap untuk diberi tambahan karbondioksida. Pengawasan mutu
yang amat ketat adalah alas an mengapa "Coca-Cola" dikenal sebagai minuman
yang memiliki kadar soda yang paling sempurna.
5.
Rangkaian botol dari gelas atau plastik
PET (Polyethelyne terephthalate) maupun kaleng sekarang dalam jumlah sangat besar siap untuk diisi dengan produk akhir.
Botol-botol pun harus melalui pemeriksaan
yang amat teliti. Pertama-tama dicuci dan dibasuh kemudian diperiksa secara elektronik dan
manual. Barulah botol-botol tersebut siap untuk diisi dengan minuman ringan
paling popular di dunia saat ini.
6.
Botol demi
botol diletakkan di atas ban berjalan agar dapat terisi secara otomatis.
Cara tersebut menjamin jumlah dalam tiap botol akurat,
dan penutupan botol secara otomatis menjamin kadar higienis
yang sempurna pula.
Akhirnya, botol-botol diberi
label, kode produksi dan dikemas dalam karton-karton atau dimasukkan kedalam krat.
Selanjutnya, pusat penjualan siap untuk mengirimkan produk-produk
"Coca-Cola” menuju gerai (outlet) yang menjual produk-produk
"Coca-Cola".
BAB III
TUGAS KHUSUS
ANALISIS KETERKAITAN
LAMA KERJA KARYAWAN,MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN TERHADAP KINERJA
KARYAWAN
(STUDI KASUS
PT. COCA-COLA AMATIL MEDAN)
3.1 Latar Belakang
Masalah
Era globalisasi mempunyai dampak dalam dunia
usaha. Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara
perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pangsa pasar yang dibidiknya. Dengan
adanya globalisasi maka dunia usaha mau tidak mau didorong untuk mencapai suatu
organisasi perusahaan yang efektif dan efisien. Keefektifan dan keefesienan
dalam suatu perusahaan sangat diperlukan agar perusahaan dapat memiliki daya
saing maupun keunggulan lebih dari para pesaing, sehingga perusahaan dapat
bertahan dalam dunia persaingan yang ketat.
Sumber daya manusia dalam hal ini tenaga
kerja berperan dalam perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik
dan siap pakai untuk mendukung pengembangan perusahaan. Di Kabupaten Semarang
memiliki beberapa perusahaan manufaktur bergerak dibidang minuman yang bersaing
secara ketat. PT. Coca Cola Amatil Indonesia (north sumatera) merupakan salah
satu perusahaan multinasional yang mendunia dan menjadi “lokal” di Indonesia.
PT. Coca Cola Amatil Indonesia (north sumatera) ikut mengalami masa sulit
ketika krisis ekonomi dan berada pada posisi yang paling parah (sekitar tahun
1998). Namun perusahaan ini mampu bertahan karena memiliki potensi sumber daya
manusia dengan kapabilitas yang beragam dan kompeten sehingga mampu menghadapi
dan menjalani fungsi kegiatan produksi yang berdasarkan teknologi.
Di sisi lain, perusahaan juga harus
menjalankan fungsi sosial secara internal dan eksternal untuk menjamin
kesejahteraan para anggotanya juga berdampak pada kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk dapat bersaing dengan industri yang sejenis lainnya,
perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif yang sangat sulit ditiru, yang
hanya akan diperoleh dari karyawan yang produktif, inovatif, kreatif selalu
bersemangat dan loyal. Karyawan yang memenuhi kriteria seperti itu hanya akan
dimiliki melalui penerapan konsep dan teknik manajemen sumber daya manusia yang
tepat dengan semangat kerja yang tinggi serta pemimpin yang efektif dan
lingkungan kerja yang mendukung. Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja pegawai, diantaranya motivasi dan kepuasan kerja, Robbins
(2001).
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang didorong oleh suatu kekuasaan dalam diri orang tersebut, kekuatan
pendorong inilah yang disebut motivasi. Motivasi kerja karyawan dalam suatu
organisasi dapat dianggap sederhana dan dapat pula menjadi masalah yang
kompleks, karena pada dasarnya manusia mudah untuk dimotivasi dengan memberikan
apa yang menjadi keinginannya. Masalah motivasi kerja dapat menjadi sulit dalam
menentukan imbalan dimana apa yang dianggap penting bagi seseorang karena
sesuatu yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain.
Bila seseorang termotivasi, ia akan berusaha berbuat sekuat tenaga
untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Namun belum tentu upaya yang keras itu
akan menghasilkan produktivitas yang diharapkan, apabila tidak disalurkan dalam
arah yang dikehendaki organisasi.
Unsur kebutuhan berarti suatu keadaan
internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan
yang tidak terpuaskan akan menciptakan tegangan yang merangsang
dorongan-dorongan di dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan suatu
perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang apabila tercapai
akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong ke pengurangan tegangan.
Menurut Luthans (2006) motivasi adalah
proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan
secara fisik dan psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang
ditunjukan untuk memenuhi tujuan tertentu. Apabila nilai ini tidak terjadi,
maka akan terwakili individu-individu yang mengeluarkan tingkat biaya tinggi,
yang sebenarnya berlawanan dengan kepentingan organisasi. Rendahnya kinerja
karyawan dan motivasi karyawan yang dihadapi sebenarnya merupakan permasalahan
klasik namun selalu update untuk didiskusikan.
Perusahaan yang siap berkompetisi harus
memiliki manajemen yang efektif. Selain motivasi, untuk meningkatkan kinerja
karyawan dalam manajemen efektif memerlukan dukungan karyawan yang cakap dan
kompeten di bidangnya. Di sisi lain pembinaan para karyawan termasuk yang harus
diutamakan sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi budaya
perusahaan sehingga keterampilan para karyawan dapat dipelihara, bahkan dapat
ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas karyawan yang kompeten harus
diperhatikan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
loyalitas karyawan adalah kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja (job
satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak
terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau
organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan
yang bersangkutan.
Dalam hal kepuasan kerja, Gilmer (1966)
dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen,
faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan,
komunikasi, dan fasilitas.
Kepuasan kerja
(job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak
terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau
organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan
yang bersangkutan (Martoyo, 2000 : 142).
Masa kerja juga merupakan komponen yang paling penting dalam
menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan (Robbins, 2006). Semakin lama
karyawan bekerja dalam suatu perusahaan semakin kecil kemungkinan karyawan
tersebut akan mengundurkan diri. Bukti juga menunjukkan bahwa masa kerja pekerjaan
terdahulu dari seorang karyawan merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas
pengunduran diri karyawan dimasa mendatang (Robbins, 2006).
Berikut ini adalah
jumlah karyawan bagian operator produksi yang keluar dan masuk serta jumlah
absensi pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia.
Tabel 3.1
Jumlah karyawan
Sumber: Departemen
Personalia PT. Coca-Cola Amail Indonesia,2014
Untuk mencapai semua sasaran yang diinginkan
diatas maka PT. Coca Cola
Amatil Indonesia –
Medan harus memaksimalkan, sumber daya alat maupun sumber daya manusia yang
dimiliki, sehingga apa yang sudah ditetapkan dapat terwujud dikemudian hari.
Dari uraian di atas maka peneliti
mengambil judul ANALISIS
KETERKAITAN LAMA KERJA KARYAWAN, MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN TERHADAP
KINERJA KARYAWAN.
3.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar
belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
11. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara Kepuasan kerja
dengan kinerja karyawan?
22. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja
terhadap kinerja karyawan?
33.
Menganalisis hubungan
antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan.
3.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis :
11. Menganalisis hubungan antara kepuasan dengan kinerja karyawan.
22. Menganalisis hubungan antara lama kerja karyawan terhadap kinerja
karyawan
3.4 Manfaat Penelitian
Dari pelaksanaan praktek
kerja lapangan diharapkan dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh semua
pihak, antara lain :
11.
Manfaat bagi Mahasiswa
A.
Diharapkan
dapat dijadikan sebagai rujukan apabila terdapat masalah yang sama pada
perusahaan - perusahaan yang lain dan menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang kepuasan kerja karyawan yang diperoleh penulis dari kuliah dengan
kenyataan yang sesungguhnya pada perusahaan PT. Coca Cola Amatil Indonesia –
Medan.
22. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
Hasil
penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keilmuan Teknik Industri serta dapat dijadikan acuan untuk
penelitian yang sejenis atau lebih lanjut.
33. Manfaat bagi perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam
hal manajemen sumber daya manusia di perusahaan.
3.5 Batasan
Masalah
11. Batasan
Masalah
Batasan-batasan masalah
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
·
Analisa
dilakukan hanya berdasarkan pada data yang diperoleh saat kerja praktek
berlangsung
·
Data yang
diperoleh adalah data hasil pencatatan maupun wawancara.
3. 6 Landasan Teori
1.6.1
Kepuasan
Kerja
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerajaan dan
segala sesauatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. (Handoko, 1996).
Kepuasan kerja adalah perilaku individual terhadap pekerjaannya.
Organisasi yang karyawannya mendapatkan kepuasan mendapatkan kepuasan di tempat
kerja maka cenderung lebih efektif daipada organisasi yang karyawannya kurang
mendapatkan kepuasan kerja (Robbins, 2001).
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu respon yang menggambarkan perasaan dari individu terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan kognotof dan efektif individu
dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan dari seluruh penilaian emosional
yang positif dari pekerjaan karyawan. Kepuasan afektif ini difokuskan pada
suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif atau suasana hati yang
positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja kognitif
adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis dan rasional terhadap
kondisi, peluang dan atau ”out come”.
Selain itu kepuasan kerja juga dapat diartikan sebagai sebuah
efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan (Kreitner,
2005). Keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana
para pekerja memandang pekerjaan mereka (Handoko, 1996). Kepuasan kerja merupakan
sebuah cara untuk mengaktualisasikan diri, sehingga akan tercapai sebuah
kematangan psikologis pada diri karyawan. Jika kepuasan tidak tercapai, maka
dapat terjadi kemungkinan karyawan akan frustasi (Strauss dan Sayles dalam
Handoko, 1996). seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai
penting. Secara umum, kepuasan kerja adalah sikap yang paling penting dan
sering dipelajari.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah
perasaan emosi yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian
kerja seseorang atau pengalaman kerja. Terdapat tiga dimensi penting dalam
kepuasan kerja,
1.
Kepuasaan adalah respon
emosional dari situasi kerja.
2. Kepuasan kerja adalah seberapa
hasil yang didapatkan atau apakah hasil yang
diperoleh sesuai
dengan harapan
3.
Kepuasan kerja menggambarkan
pula perilaku
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang
positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. (Robbins, 2006)
3.6.2 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan merupakan sebuah hasil yang
dirasakan oleh karyawan. jika karyawan puas dengan pekerjaannya, maka ia akan
betah bekerja pada organisasi tersebut. Dengan mengerti output yang dihasilkan,
maka perlu kita ketahui penyebab yang bisa mempengaruhi kepuasan tersebut. Ada
lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index
(JDI) (Luthans dan Spector dalam Robins, 2006), yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung
jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri
intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah
pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan,
dan kreativitas.
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan
fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajad sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan
gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja.
3. Kesempatan
atau promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri
dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan
jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis
dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar
dengan atasan.
5. Rekan
kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan
sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan
karyawan terhadap pekerjaan.
3.6.3 Motivasi
Motivasi dalam manajemen ditunjukan pada sumber daya manusia umumnya
dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya
dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai
dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja
giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Menurut Terry dan Rue dalam
Suharto dan Budi Cahyono (2005) mengatakan bahwa motivasi adalah “…getting a
person to exert a high degree of effort…” yang artinya adalah “motivasi
membuat seseorang untuk bekerja lebih berprestasi”.
Menurut Gibson dalam Suharto dan Budi
Cahyono (2005) teori motivasi terdiri dari, pertama content theories atau
teori kepuasan yang memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang
yang menguatkan, megarahkan,
Pada prinsipnya seseorang pegawai
termotivasi untuk melaksanakan tugas-tugasnya tergantung dari kuatnya motif
yang mempengaruhinya. Pegawai adalah manusia dan manusia adalah mahluk yang
mempunyai kebutuhan dalam (innerneeds) yang banyak sekali.
Kebutuhan-kebutuhan ini membangkitkan motif yang mendasari aktivitas individu.
Namun demikian seseorang akan bertindak atau berlaku menurut cara-cara tertentu
yang mengarah kearah pemuasan kebutuhan pegawai yang didasarkan pada motif yang
lebih berpengaruh pada saat itu.
3.6.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja
Seorang manajer sumber daya manusia sangat berkepentingan untuk
memahami dan memenuhi berbagai dimensi kepuasan kerja serta mengantisipasi
berbagai kemungkinan konsekuensi tertutama yang bernuasa negatif. Robbins
(1996) mengungkapkan dampak kepuasan kerja jika dipenuhi dapat meningkatkan
produktifitas, menurunkan abesentisme, menekan perputaran kerja. Opsi tindakan
pelampiasan ketidakpuasan kerja berupa:
1. Keluar (Exit), ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku
yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian posisi baru
maupun minta berhenti.
2. Suara (Voice), ketidakpuasan yang diungkapkan lewat usaha
aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan,
membahas masalah-masalah dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat
buruh.
3. Kesetiaan (loyalitas), ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara
pasif menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi,
menghadapi kritik dari luar dan mempercayai organisasi dan manajamen untuk
melakukan hal yang tepat.
4. Pengabdian (neglect),
ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk. Termasuk kemangkiran
atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat
kekeliruan yang meningkat.
Luthans (2006) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap :
1.
Kinerja
Karyawan
yang tingkat kepuasannya tinggi, kinerja akan meningkat, walaupun hasilnya
tidak langsung. Ada beberapa variabel moderating yang menghubungkan antara
kinerja dengan kepuasan kerja, terutama penghargaan. Jika karyawan menerima
penghargaan yang meraka anggap pantas mendapatkannya, dan puas, mungkin ia menghasilkan
kinerja yang lebih besar.
2.
Pergantian karyawan
Kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian karyawan
menjadi rendah, sebaliknya bila terdapat ketidakpuasan kerja, maka pergantian
karyawan mungkin akan tinggi.
3.6.5 Lama Kerja
Lama kerja merupaka karakteristik biografis terakhir dalam konsep
karakter individidu yang dikaji. Berbicara mengenai masa kerja pasti akan
berhubungan dengan senioritas dalam suatu organisasi. Kajian-kajian ekstensif
mengenai hubungan senioritas terhadap produktivitas telah dilakukan, dan
hasilnya adalah ada hubungan positif antara senioritas dan produktivitas kerja
seorang karyawan (Robbins, 2006).
Riset yang menghubungkan antara masa
kerja dengan keabsenan sangat tegas. Secara konsisten penelitian-penelitian
dengan jelas menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negatif dengan keabsenan.
Faktanya dalam hal frekuensi keabsenan maupun dalam banyaknya total hari yang
hilang pada saat bekerja, masa kerja merupakan variabel penjelas tunggal yang
paling penting. Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri bagi perusahaan.
Masa kerja juga merupakan variabel yang paling penting dalam
menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan (Robbins, 2006). Semakin lama
karyawan bekerja dalam suatu perusahaan semakin kecil kemungkinan karyawan
tersebut akan mengundurkan diri. Bukti juga menunjukkan bahwa masa kerja
pekerjaan terdahulu dari seorang karyawan merupakan indikator perkiraan yang
ampuh atas pengunduran diri karyawan dimasa mendatang (Robbins, 2006).
3.6.6 Kinerja
1.
Pengertian Kinerja
Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang
diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian
kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam Moh As’ad, 2003)
sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas
lagi Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja adalah "succesfull role
achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (Moh
As’ad, 2003). Dari batasan tersebut Moh As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah
hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan.
3.6.7 Penilain
kinerja
Yang dimaksud dengan sistem penilaian kinerja ialah
proses yang mengukur kinerja karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian
kinerja karyawan adalah:
A.
karakteristik situasi,
B.
deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar kinerja pekerjaan,
C.
tujuan-tujuan penilaian kinerja,
D.
sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.
Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan diadakannya
penilaian kinerja bagi para karyawan dapat kita ketahui dibagi menjadi dua,
yaitu:
a.
Tujuan evaluasi
Seorang
manajer menilai kinerja dari masa lalu seorang karyawan dengan menggunakan
rating deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut berguna dalam
keputusan-keputusan promosi. demosi, terminasi dan kompensasi.
b.
Tujuan pengembangan
Seorang
manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan
datang.
Sedangkan tujuan pokok dari sistem penilaian kinerja karyawan
adalah: sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan
dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan.
3. Manfaat penilaian kinerja karyawan
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber
daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari
seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi
perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut
berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan,
kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir.
Dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian
tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan
tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan
pelatihan, rekruitmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem
imbalan dan berbagai aspek lain dari proses dari manajemen sumber daya manusia
secara efektif.
3.6.8 Pengukuran Kinerja karyawan
Secara teoretikal berbagai metode dan teknik mempunyai sasaran yang
sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu
kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi atau
perusahaan,
seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam
rangka pengembangan karirnya. Untuk mencapai kedua sasaran tersebut maka
digunakanlah berbagai metode pengukuran kinerja karyawan menurut Husnan (1994)
yang dewasa ini dikenal dan digunakan adalah:
1.
Rangking, adalah dengan cara membandingkan karyawan yang satu
dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik.
2.
Perbandingan karyawan dengan karyawan, adalah suatu cara
untuk memisahkan
penilaian seseorang ke
dalam berbagai faktor.
3.
Grading, adalah suatu cara pengukuran kinerja karyawan dari
tiap karyawan yang
kemudian diperbandingkan
dengan definisi masing- masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu
kategori yang telah ditentukan.
4.
Skala grafis, adalah metode yang menilai baik tidaknya
pekerjaan seorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi
pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor tersebut, seperti misalnya
kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja, tanggung jawab kerja, kerja
sama dan sebagainya.
5.
Checklists, adalah metode penilaian yang bukan sebagai
penilai karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.
Menurut Gomez (dalam
Utomo, 2006) dalam melakukan penelitian terhadap kinerja yang berdasarkan
perilaku yang spesifik (Judgement Performance Evaluation) ini maka ada
delapan dimensi yang perlu mendapatkan perhatian, antara lain:
1.
Quality of Work (kualitas kerja)
Kualitas ini akan dicapai
berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan.
2.
Quantity of Work (kuantitas kerja)
Jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
3.
Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan)
Luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan dan ketrampilan.
4.
Creativeness (kreatifitas)
Keaslian gagasan-gagasan
yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
yang timbul.
5.
Cooperative (kerjasama)
Kesadaran untuk bekerja
sama dengan orang lain.
6.
Initiative (inisiatif)
Keaslian ide-ide yang
disampaikan sebagai program organisasi dimasa yang mendatang.
7.
Dependerability (ketergantungan)
Kesadaran dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penjelasan kerja.
8.
Personal Quality (kualitas personil)
Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, kemampuan dan integritas
pribadi.
Bernardin dalam Novitasari (2003) mengatakan bahwa terdapat enam
kriteria yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja secara individu.
1.
Kualitas
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna
dalam arti
menyelesaikan beberapa cara ideal dan penampilan aktivitas ataupun memenuhi
tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2.
Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan, dinyatakan
dalam istilah sejumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3.
Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas
yang diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi
yang dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas lain.
4.
Efektivitas
Tingkat penggunaan sumber
daya organisasi dimaksimalkan dengan maksud menghasilkan keuntungan dan
mengurangi kerugian setiap penggunaan sumber daya.
5.
Kemandirian
Tingkat dimana seorang
karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan, bimbingan dan
pengawasan atau meminta turut campurnya pengawas atau meminta turut campurnya
pengawas.
6.
Komitmen kerja
Tingkat dimana karyawan
mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab kerja terhadap
perusahaan .
3.7 HIPOTESIS
Hipotesis yang digunakan ialah
H1 = Kepuasan
kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
H2 = Lama
kerja memoderasi pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan.
H3 = Lama
kerja memoderasi pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan..
13.8 Metodelogi
Penelitian
3.8.1
Jenis
dan Sumber data
11.
Lokasi
penelitian
Sasaran penelitian dilaksanakan di PT.Coca-Cola Amatil
Indonesia jln.Martubung Medan.
22.
Data
primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan
atau langsung melalui obyeknya. Pengumpulan data ini biasanya dilakukan dengan
membagikan kuesioner kepada obyek penelitian dan diisi secara langsung oleh
yang responden.
13.
Data
sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari sumber-sumber
lain dari objek yang dalam hal ini dimasukkan untuk menggali teori yang
mendukung kerja praktek dalam memecahkan masalah. Data ini diperoleh dari
laporan atau referensi yang berhubungan dengan kerja praktek, seperti masalah
persediaan bahan baku dan ekonomis dalam perencanaan pembelian bahan baku
3.8.2 Definisi
Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah hal-hal yang dapat membedakan atau
membawa variasi pada nilai (Sekaran, 2006). Penelitian ini menguji dua variabel
yaitu variabel independen dan varibel dependen. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah adalah motivasi dan kepuasan kerja, sedangkan variabel
dependen adalah kinerja karyawan.
Definisi operasional
adalah operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau diukur melalui
gejala-gejala yang ada. Definisi operasional yang digunakan untuk penelitian
ini kemudian diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi:
1. Kepuasan kerja
Menurut Luthans (2006),
kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Indikator yang digunakan
dalam pengukuran variabel kepuasan kerja adalah pekerjaan itu sendiri, gaji,
kesempatan atau promosi, supervisor dan rekan sekerja
2.
Kinerja karyawan
Menurut Moh As’ad
(2003), kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
untuk pekerjaan yang bersangkutan. Indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, keterampilan dan tingkat
pengetahuan karyawan, dan standar profesional kerja.
3.
Lama kerja
Lama kerja juga merupakan
variabel yang paling penting dalam menjelaskan tingkat pengunduran diri
karyawan (Robbin, 2006). Semakin lama karyawan bekerja dalam suatu perusahaan
semakin kecil kemungkinan karyawan tersebut akan mengundurkan diri. Bukti juga
menunjukkan bahwa masa kerja pekerjaan terdahulu dari seorang karyawan
merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas pengunduran diri karyawan dimasa
mendatang (Robbin, 2006).
3.8.3 Metode
Analisis
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan
data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dengan
menggunakan metode kuantitatif, diharapkan akan didapatkan hasil pengukuran
yang lebih akurat tentang respon yang diberikan oleh responden, sehingga data
yang berbentuk angka tersebut dapat diolah dengan menggunakan metode statistik.
1. Uji
validitas dan uji realibilitas
Uji
validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur untuk kuesioner tersebut (Ghozali, 2006).
Sedangkan uji reliabilitas merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur kuesioner yang merupakan indikator dari variabel
atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu
(Ghozali, 2006).
Metode yang akan digunakan untuk melakukan
uji validitas adalah dengan melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan
dengan total skor konstruk atau variabel. Sedangkan untuk uji reliabilitas yang
akan digunakan dalam penelitian ini, adalah dengan menggunakan fasilitas SPSS,
yakni dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel
dinyatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0.60. Nunnally (dikutip oleh
Ghozali, 2006).
2. Uji
asumsi klasik
Sebelum
melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu akan dilakukan pengujian
terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Dalam asumsi klasik terdapat
beberapa pengujian yang harus dilakukan, yakni Uji Multikolonieritas, Uji
Autokorelasi, Uji Heterosdastisitas, dan Uji Normalitas.
3. Analisis
Regresi
Hasil
pengumpulan data akan dihimpun setiap variabel sebagai suatu nilai dari setiap
responden dan dapat dihitung melalui program SPSS. Metode penganalisaan data
menggunakan perhitungan statistik dan program SPSS untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkanapakah dapat diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini
perhitungan statistik menggunakan Model Analisis Regresi dengan persamaan
sebagai berikut :
Untuk menguji Hipotesis yaitu pengaruh
kepuasan kerja, motivasi, interaksi antara kepuasan kerja dengan lama kerja dan
interaksi motivasi kerja dengan lama kerja terhadap kinerja karyawan dengan
persamaan regresi melalui uji interaksi atau sering disebut dengan Moderated
Regresion Analysis (MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi berganda
linier dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian
dua atau lebih variabel independen) sebagai berikut (Ghozali, 2006) :
Y = b1X2 + b1X3 + bX1X2 + bX1X3
Keterangan
:
Y = Kinerja karyawan
X1 = Lama kerja
X2 = motivasi kerja
X3 = Kepuasan kerja
B = slope
4.
Uji Hipotesis
A.
Koofisien determinasi ( R2 ).
Multikolnieritas terjadi apabila nilai R2 yang dihasilkan oleh
suatu model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual
variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
dependen (Ghozali, 2006).
B.
Uji F
Pengujian pengaruh
variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap perubahan nilai
variabel dependen, dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan
nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua
variabel independen, untuk itu perlu dilakukan uji F. Uji F atau ANOVA
dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikasi yang ditetapkan untuk
penelitian dengan probability value dari hasil penelitian (Ghozali, 2006).
C.
Uji T
Pengujian ini digunakan untuk menentukan apakah dua sampel tidak
berhubungan, memiliki rata-rata yang berbeda. Uji t dilakukan dengan cara
membandingkan perbedaan antara nilai dua nilai rata-rata dengan standar error
dari perbedaan rata-rata dua sampel (Ghozali, 2006).
3.8.4 Pengumpulan
Data
Dilihat dari visi dan misi perusahaan
di atas, dapat diketahui bahwa PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (wilayah operasi
sumatera bagian utara) tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan dan
pelanggannya saja, tetapi kesejahteraan dari para karyawan juga sangat
diperhatikan. Jumlah karyawan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (wilayah operasi sumatera
bagia utara) terdiri dari 870 karyawan, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.8.1
Daftar Jumlah Karyawan
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Periode Bulan Juni 2014
Periode Bulan Juni 2014
No.
|
Bagian
|
Jumlah
|
1
|
Manufacturing
·
Production
- Direct
·
Production
– Indirect
·
Planning
and Supply
·
Engginering
R & M
·
Quality
Control (Laboratory)
·
Technical
Service
|
140
2
14
40
22
2
|
2
|
Warehouse
·
Warehousing
·
Shipping
·
Security
|
2
50
17
|
3
|
Distribution
·
Preseller
Delivery
·
Conventional
Delivery
·
Garage
|
68
17
4
|
4
|
Selling/Marketing
·
Preseller
Foodstore
·
Preseller
General
·
Convention
·
Key
Accounts
·
Fountain
·
Marketing
Services
·
Sales
Administraction
·
Sigh
Shop
·
Special
Events
|
25
215
114
9
24
24
70
14
15
|
5
|
Service
and Service Recovery
·
Equipment
Service and Maintenance-Vendors Merchandise and Postmix
|
8
|
6
|
Administration
·
Administration
·
Accounting
·
EDP/MIS
·
Human
Resources
·
Corporate
Affair
·
Purchasing
and Supply
|
1
17
2
16
2
4
|
Sumber: Laporan Data Karyawan, 2014
Pada karyawan operator bagian produksi jam kerjanya dibedakan
menjadi 4 shift (pergantian jam kerja), yaitu: Shift pertama : 07.00
Shift
kedua : 14.30
Shift
ketiga : 19.00
Shift
keempat : 22.00
Dalam
satu hari lamanya jam kerja karyawan operator bagian produksi (waktu kerja
normal) minimal sebesar 7 jam, sedangkan apabila waktu kerja overtime (lembur)
12 jam.
3.8.5 Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.8.6 Hasil Penelitian
A.
Diskripsi
respondent
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT.
Coca-Cola Amatil Indonesia (wilayah operasi Central Java) yang
keseluruhan populasinya berjumlah 287 karyawan. Dari jumlah tersebut hanya
diambil 74 karyawan sebagai sampel penelitiannya, dari 80 kuesioner yang
disebar hanya 64 kuesioner yang kembali dan dapat diolah. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dimana dalam
teknik ini hanya karyawan-karyawan yang sesuai dengan pertimbangan dan syarat
khusus saja yang bisa dijadikan sampel, dengan begitu akan diperoleh data dari
karyawan yang benar-benar mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai
perusahaan.
A.
Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir sangat mempengaruhi kemampuan dan tingkat
kepercayaan diri seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Karyawan dengan
pendidikan yang tinggi akan lebih mampu menyelesaikan pekerjaan dengan tingkat
kesulitan yang lebih tinggi daripada karyawan dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah. Tanggung jawab dari karyawan dengan tingkat pendidikan yang
tinggi biasanya juga jauh lebih tinggi karena mereka lebih dipercaya untuk
menangani tingkat pekerjaan yang dianggap tidak mampu dikerjakan oleh karyawan
yang kurang pengalaman, apalagi yang berpendidikan tidak terlalu tinggi. Data
mengenai responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut ini:
Table 3.8.2
Tingkat Pendidikan Respoden
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
Presentase
(%)
|
SMA
(Sekolah Menengah Atas)
D3
(Diploma)
S1
(Sarjana)
|
47
8
9
|
73,44
12,50
14,06
|
Jumlah
|
64
|
100,00
|
Sumber:
Data Primer yang diolah, 2014.
Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan sebagian besar karyawan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia yang menjadi
responden dalam penelitian ini adalah SMA
yaitu berjumlah 47 orang atau 73,44 persen. Kemudian S1 berjumlah 9 orang
atau 14,06 persen dan Diploma sebanyak 8 orang atau 12,5 persen.
A.
Uji Respondent Menurut Usia
Usia seorang karyawan sangat menentukan kinerja secara keseluruhan.
Karyawan dengan usia yang relatif masih muda akan mampunyai kemampuan fisik
yang lebih baik daripada karyawan yang lebih tua. Akan tetapi seorang karyawan
yang sudah berusia lebih tua akan mempunyai pengalaman yang tidak dimiliki oleh
karyawan yang masih berusia muda. Oleh karena itu akan labih baik apabila
perusahaan menggabungkan atau memadukan karyawan berusia tua dengan usia muda. Data
mengenai responden menurut umur dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 3.8.3
Usia Responden
Usia
|
Jumlah
|
Presentase(%)
|
≤ 20
tahun
21 – 30 tahun
31 –
40 tahun
41 – 50 tahun
|
2
27
30
5
|
3,13
42,19
46,88
7,81
|
Jumlah
|
64
|
100,00
|
Sumber:
Data primer yang diolah, 2014.
Dari
Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar karyawan PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah berusia berkisar
31-40 tahun yaitu berjumlah 30 orang atau 46,88 persen, karyawan yang berusia
berkisar 21-30 berjumlah 27 orang atau 42,19, karyawan yang berusia 41-50
berjumlah 5 orang atau 7,81 persen, dan yang paling sedikit adalah karyawan
yang berusia dibawah 20 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau 3,13 persen.
A.
Responden Menurut Masa Kerja
Masa kerja erat dihubungkan dengan pengalaman, kepercayaan diri yang
tinggi dan pemahaman job description yang lebih baik. Hal itulah yang
dimiliki oleh karyawan dengan masa kerja yang sudah lama, walaupun mungkin dari
segi umur sudah termasuk tua. Data mengenai responden menurut masa kerja dapat
dilihat pada tabel 3.8.4 berikut ini:
Tabel 3.8.4
Masa Kerja Responden
Masa
Kerja
|
Jumlah
|
Presentase (%)
|
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun
|
39
10
10
5
|
60,94
15,63
15,63
7,81
|
Jumlah
|
64
|
100,00
|
Sumber: Data Primer yang diolah 2014
Dari Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa masa kerja sebagian besar
karyawan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia yang menjadi responden dalam penelitian
ini adalah 39 orang atau sebesar 60,94 persen, karyawan yang bekerja antara
6-10 tahun dan 11-15 tahun adalah masing-masing 10 orang atau 15,63 persen, dan
karyawan yang masa kerja berkisar 16-20 tahun sebanyak 5 orang atau 7,81 persen.
3.9.1. Analisis Data
3.9.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
3.9.2.1. Uji Validitas
Uji
validitas ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesahihan dari angket
atau kuesioner. Kesahihan disini mempunyai arti kuesioner atau angket yang
dipergunakan mampu untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu kuesioner
dikatakan valid (handal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan yang
terdapat dalam kuesioner tersebut adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Uji validitas ini bisa dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung
dengan nilai r tabel. Nilai r hitung diambil dari output SPSS Cronbach Alpha
pada kolom Correlated Item–Total Correlation. Sedangkan nilai r
tabel diambil dengan menggunakan rumus df = n – 2 (Ghozali, 2006). Yaitu df =
64 – 2 = 62, sehingga menghasilkan nilai r tabel sebesar 0,244. Untuk hasil
lengkap dari uji validasi dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.9.1
Hasil Uji Validitas
Variable/Indikator
|
Kisaran r hitung
|
KETERANGAN
|
Kepuasan kerja (X1)
Lama kerja
(X2)
Kinerja
(X3)
|
0,791
0,711
0,705
|
Realiabel
Realiabel
Realiabel
|
Sumber: Data
Primer yang diolah 2014
Dari tabel 3.5 di atas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha
dari seluruh variabel yang diujikan niainya sudah diatas 0,60, maka dapat
disimpulkan
bahwa
seluruh variabel dalam penelitian ini lolos dalam uji reliabilitas dan
dinyatakan reliabel.
3.9.3. ANALISI REGRESI BERGANDA
Dalam penelitian ini
digunakan persamaan regresi melalui uji interaksi atau sering disebut dengan Moderated
Regresion Analysis (MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi berganda
linier dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi yang
didapat dari selisih mutlak dari variabel independen (Ghozali, 2006). Berikut
ini adalah hasil uji regresinya seperti pada tabel 3.9.6 berikut:
Tabel 3.9.6
Uji Regresi Berganda
Variabel
|
Koefisien Beta
|
Nilai Koefisien
|
t-value
|
p
|
Lama kerja (X1)
|
β 1
|
0,238
|
2,110
|
0,039(s)
|
Kepuasan
kerja(X2)
|
β 2
|
0,264
|
2,323
|
0,024(s)
|
Abs X1X3
|
β 3
|
-0,238
|
-1,8112
|
0,075(Ts)
|
AbsX2X3
|
β 4
|
0,365
|
2,771
|
0,007(s)
|
R2 = 22 %
n =
64
F =
5,455
p
= 0,001
S =
Signifikan
TS=Tidak
Signifikan
|
Sumber:
Data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan
hasil pengujian yang pada tabel 3.9.6 diatas dapat diketahui bahwa besarnya
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,22 yang berarti variabilitas
variabel kinerja yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel kepuasan
kerja, motivasi kerja, interaksi kepuasan kerja dengan lama bekerja dan
interaksi motivasi kerja dengan lama bekerja sebesar 0,22 atau 22 persen.
Dari uji statistik F (F test) pada tabel 4.10 didapat F
hitung sebesar 5,455 dan signifikansi pada 0,001. Karena nilai F hitung lebih
besar dari F tabel (3,98) dan angka signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05
maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen, atau
dengan kata lain variabel kepuasan kerja, motivasi kerja, interaksi kepuasan
kerja dengan lama bekerja dan interaksi motivasi kerja dengan lama bekerja
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
Tiga variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi yaitu kepuasan
kerja, motivasi kerja dan interaksi kepuasan kerja dengan lama kerja mempunyai
tingkat signifikan dibawah 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja, motivasi kerja dan interaksi kepuasan kerja dengan lama kerja
berhubungan dengan kinerja karyawan. Satu variabel yaitu interaksi antara
motivasi kerja dengan lama bekerja mempunyai tingkat signifikansi diatas 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel interaksi antara motivasi kerja
dengan lama bekerja tidak berhubungan dengan kinerja karyawan, dengan persamaan
sebagai berikut:
Kinerja = 0,238 motivasi + 0,264 kepuasan – 0,238 absX1X3 + 0,365
absX2X3
Keterangan
:
Kinerja = kinerja karyawan
Motivasi
= motivasi kerja
Kepuasan = kepuasan kinerja karyawan
AbsX1X2
= Interaksi selisih motivasi kerja dengan lama
kerja
AbsX1X3 = Interaksi selisih kepuasan kerja
dengan lama kerja
3.9.1.1 Pengujian
Hipotesis
Berdasarkan
perhitungan pada tabel 4.10 dapat diuraikan hasil pengujian hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 1 menyatakan bahwa motivasi
kerja berpengaruh positif dengan kinerja karyawan. Pada tabel 4.10 dapat
dilihat nilai thitung sebesar 2,110, sedangkan nilai ttabel pada
tingkat signifikan 95% (α = 0,05) dan degree of freedom 59 (64 - 4 - 1)
sama dengan 2,001 (lihat tabel distribusi t), maka thitung >
ttabel (α
= 0,05), hasil analisis tersebut signifikan. Hal ini berarti hipotesis 1 yang
diajukan dapat diterima karena variabel motivasi kerja signifikan terhadap
kinerja di dalam regresi. Dengan kata lain motivasi kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan
Hipotesis 2 menyatakan bahwa kepuasan
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Pada tabel 4.10 dapat
dilihat nilai thitung sebesar 2,323, sedangkan nilai ttabel pada
tingkat signifikan 95% (a = 0,05) dan degree of freedom 59 (64 - 4 -1)
sama dengan 2,001 (lihat tabel distribusi t), maka thitung >
ttabel (α
= 0,05) sehingga hasil analisis tersebut dinyatakan signifikan. Hal ini berarti
bahwa hipotesis 2 yang diajukan mendapat dukungan/dapat diterima dan konsisten
dengan H2. Dengan kata lain kepuasan kerja berhubungan positif
dengan kinerja karyawan.
Hipotesis 3 menyatakan bahwa lama
bekerja memodeasi antara motivasi kerja dengan kinerja. Pada tabel 4.10 dapat
dilihat nilai thitung sebesar -1,812, sedangkan nilai ttabel pada
tingkat signifikan 95% (α = 0,05) dan degree of freedom 59 (64 - 4 - 1)
sama dengan 2,001 (lihat tabel distribusi t), maka thitung <
ttabel (α
= 0,05), sehingga hasil analisis tersebut tidak signifikan. Hal ini berarti
hipotesis 3 yang diajukan tidak dapat diterima dan H0 diterima.
Dengan kata lain lama bekerja tidak berhasil memoderasi antara motivasi kerja
dengan kinerja karyawan.
Hipotesis 4 menyatakan bahwa lama
bekerja memoderasi antara kepuasan kerja dengan kinerja. Pada tabel 4.10 dapat
dilihat nilai thitung sebesar 2,771, sedangkan nilai ttabel pada
tingkat signifikan 95% (α = 0,05) dan degree of freedom 59 (64 - 4 - 1)
sama dengan 2,001 (lihat tabel distribusi t), maka thitung >
ttabel (α
= 0,05), sehingga hasil analisis tersebut signifikan. Hal ini berarti hipotesis
4 yang diajukan dapat diterima dan H0 ditolak. Sehingga lama bekerja
berhasil memoderasi antara kepuasan kerja dengan kinerja.
3.9.1.2.Pembahasan
Loading factor merupakan nilai korelasi
antara faktor dengan variabel. Rotasi faktor menggunakan varimax dilakukan
dengan cara merotasikan sumber-sumber faktor bersama untuk melihat nilai
tertinggi tiap indikator pada masing-masing variabel.
Tabel
3.10.1
Loading faktor
COMPONENT
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
A1
|
,583
|
|||
A2
|
,713
|
|||
A3
|
,224
|
|||
A4
|
,251
|
|||
A5
|
,218
|
|||
A6
|
,351
|
|||
A7
|
,729
|
|||
A8
|
,484
|
|||
A9
|
,454
|
|||
A10
|
,477
|
|||
B1
|
,472
|
|||
B2
|
,437
|
|||
B3
|
,752
|
|||
B4
|
,444
|
|||
B5
|
,568
|
|||
B6
|
,543
|
|||
C1
|
,465
|
|||
C2
|
,430
|
|||
C3
|
,349
|
|||
C4
|
,795
|
|||
C5
|
,673
|
3.9.1.3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Dari hasil pengujian hipotesis 2 di atas, motivasi kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
motivasi kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kinerja karyawan akan
meningkat atau sebaliknya, semakin rendah motivasi kerja maka semakin rendah
kinerja karyawan.
Pada tabel 4.11 di atas, dapat dilihat bahwa indikator b3
(memberikan kesempatan untuk belajar) memiliki nilai tertinggi (0,752). Hal ini
dapat disebabkan bahwa indikator pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
memberikan kesempatan karyawan untuk belajar tentang apa yang akan
dilakukannya. Pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan perlu keahlian untuk
melakukannya, karena setiap karyawan belum tentu untuk menguasai berbagai
keahlian yang dimiliki, belajar tentang apa yang harus dikerjakan dapat
meningkatkan kinerja karyawan itu sendiri.
3.9.1.4. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Dari hasil pengujian hipotesis 1 di atas, kepuasan kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kinerja karyawan akan
meningkat atau sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja maka semakin rendah
kinerja karyawan.
Pada tabel 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa indikator a7 (manajer
(supervisor) memberikan dukungan) memiliki nilai tertinggi (0,729). Hal ini
dapat disebabkan bahwa indikator dukungan manajer adalah aspek penting dalam
meningkatkan kinerja karyawan. Dukungan yang dilakukan oleh manajer memberikan
kesempatan untuk berkembang dan mengurangi tekanan dalam bekerja. Dukungan yang
dilakukan oleh manajer berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga
karyawan dapat merasa kenyamanan dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan
kinerja karyawan itu sendiri.
3.9.1.5.Pengaruh antara Interaksi motivasi kerja dengan lama bekerja
terhadap kinerja karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 3 di atas, dapat diketahui
bahwa lama bekerja tidak berhasil memoderasi antara motivasi kerja dengan
kinerja karyawan. Hal ini bisa disebabkan karena karyawan yang mempunyai masa
kerja yang lama, akan bertahan dengan kondisi saat ini dan mempertahankan
pekerjaan saat ini. Karyawan yang lama masa kerjanya, kurang adanya motivasi
untuk berkembang serta karyawan yang sudah lama bekerja tidak ingin mempunyai
keinginan untuk meningkatkan kemampuannya, dan dari data responden dapat
dilihat sebagian besar adalah berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas)
sehingga motivasi untuk mengembangkan karir berkurang.
3.9.1.6. Pengaruh antara Interaksi kepuasan kerja dengan lama bekerja
terhadap kinerja karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 4 di atas, pengaruh positif
antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan akan menjadi lebih kuat untuk
karyawan yang sudah lama bekerja. Dengan kata lain,karyawan yang mempunyai masa
kerja yang lama akan merasa puas dalam bekerja, begitu pula sebaliknya,
karyawan yang masih baru akan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
sehingga kepuasan karyawan terhadap pekerjaan belum tinggi, dan kinerja yang
dihasilkan belum sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
pada penelitian ini, koefisien determinasi total menunjukkan nilai sebesar 22
persen. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa 22 persen perubahan dari variabel
dependen yang dalam hal ini adalah kinerja dipengaruhi oleh model penelitian
ini. Sedangkan sisanya sebesar 78 persen dijelaskan oleh error dan
variabel lain di luar model.
Terdapat empat hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini dan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah regresi linier berganda. Dari hasil analisis data dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kepuasan
kerja yang dialami oleh karyawan berpengaruh terhadap kinerja. Semakin tinggi
kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kinerja karyawan akan
meningkat, hal ini menunjukan bahwa hipotesis 1 diterima.
2. Motivasi
kerja yang dialami oleh karyawan berpengaruh terhadap kinerja. Semakin tinggi
kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kinerja karyawan akan
meningkat, hal ini menunjukan bahwa hipotesis 2 diterima.
3. Variabel
kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja dan variabel lama bekerja yang
menjadi variabel moderating mempunyai nilai yang signifikan dan positif,
sehingga secara signifikan akan memperkuat pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis 4 diterima
1.2 Saran
Memperhatikan adanya beberapa keterbatasan
seperti yang telah disampaikan maka bagi penelitian selanjutnya perlu
memperhatikan beberapa saran berikut ini: Perusahaan
sebaiknya menerapkan metode EOQ, karena perusahaan mempunyai tempat penyimpanan
bahan baku yang cukup luas dan mempunyai cadangan tempat penyimpanan.
1. Dari
hasil penelitian yang dilakukan, variabel yang paling dominan dalam
mempengaruhi kinerja karyawan yaitu kepuasan kerja.Dukungan dari manajer sangat
mempengaruhi kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Dukungan lebih yang
diberikan oleh manajer dapat membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan
karyawan diberi tanggungjawab lebih sehingga karyawan dapat memaksimalkan
kemampuannya untuk bekerja lebih baik.
2. Untuk
penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambah variabel bebas yang lain
(seperti: pengetahuan, budaya organisasi, dll), melakukan penyempurnaan
kuesioner ini, serta melakukan pemilihan waktu yang tepat ketika menyebar
kuesioner. Hal ini dikarenakan sebagian besar kuesioner dalam penelitian ini
yang tidak kembali dikarenakan para calon responden tidak punya cukup waktu.
DAFTAR PUSTAKA
AA.
Anwar Prabu Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ambar
Teguh Sulistiyani dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Graha
Ilmu: Yogyakarta.
Cascio,
D. 1987. Applied Psychology in Personel Management ( 3rd.ed ). New
Jersey:
Prentice-Hall Inc.
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan,2001.”Manajemen: Dasar, Pengertian, dan
Masalah”,
Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Imam Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar